1.
ANALISA
DEBIT BANJIR
1.1.
Penulusuran
Banjir (Flood Routing)
Permasalahan utama yang dihadapi
praktisi hidrologi adalah mengestimasi hydrograph menaik dan menurun dari suatu
sungai pada sebaran titik pengaliran terutama selama periode banjir.
Permasalahn ini dapat diatasi dengan teknik penelusuran aliran atau penelusuran
banjir yang mengolah sifat-sifat hydrograph banjir di hulu atau di hilir dari
suatu titik ke titik yang lain sepanjang aliran sungai. Penelusuran dilakukan
dari titik dimana ada data pengamatan hidrograf aliran untuk memudahkan proses
penelusuran itu sendiri.
Suatu hidrograf banjir dapat dimodifikasi dengan dua cara sebagaimana air
hujan mengalir menuruni jaringan pengaliran air (drainage network).
Pertama waktu berkumpulnya aliran-aliran untuk terjadinya aliran dan puncaknya
pada suatu titik di daerah hilir. Ini disebut sebagai translasi. Kedua,
besarnya laju aliran puncak yang bergerak menuju titik di aliran bawah, serta
lama waktu aliran mencapai titik bawah. Modifikasi hidrograf ini disebut attenuation.
Penurunan hidrograf aliran di bagian bawah seperti B pada Gambar 1dari
hulu yang disebabkan oleh pola hidrograf banjir A merupakan hal penting untuk
diperhatikan dalam manajemen sungai sebagai upaya prediksi banjir di wilayah
bagian river basin. Dalam hal disain, penelusuran hidrograf banjir juga
penting untuk mengatur kapasitas spillway reservoir. Disamping itu
jadwal pencegahan banjir atau evaluasi tinggi bangunan jagaan banjir di tanggul
sungai perlu juga diperhatikan.
Gambar 1.1. Sifat
Translasi Dan Attenuasi Banjir
Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan
perjalanan banjir (flood tracing)
yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir
berdasarkan corak banjir di daerah hulu
(sumbernya). Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood
routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing) digunakan untuk
peramalan banjir dan pengendalian banjir.
Untuk melakukan
analisis penelusuran banjir dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic
dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah
perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama dikerjakan. Oleh
karena itu untuk keperluan praktek perhitungan
hidrologi digunakan cara perhitungan yang lebih
sederhana yaitu dengan metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode Muskingum (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Pemilihan model penelusuran aliran untuk tujuan penerapan tertentu
dipengaruhi oleh tingkat berbagai kepentingan dengan mempertimbangkan faktor
sebagai berikut:
1. Model
menyajikan informasi hidraulik yang sesuai untuk menjawab pertanyaan atau
problem pemangku kepentingan;
2. Tingkat
akurasi model;
3. Kebutuhan
akurasi dalam penerapan penelusuran aliran;
4. Tipe
dan ketersediaan kebutuhan data;
5. Ketersediaan
fasilitas dan biaya komputasi;
6. Familiaritas
dengan model yang diberikan;
7. Pengembangan
dokumen, level kemampuan dan ketersediaan wadah atau paket model penelusuran;
8. Kekompleksan
formulasi matematika model penelusuran yang akan dikembangkan dengan bahasa
pemrograman komputer; dan
9. Kapabilitas
dan ketersediaan waktu untuk membangun model penelusuran.
Dengan pertimbangan pertimbangan di atas, maka pemilihan model
penelusuran dapat dilakukan dengan asumsi bahwa tidak ada suatu model yang
paling tepat melainkan memiliki konsekuensi yang besar untuk mewujudknnya.
Model penelusuran yang sederhana paling cepat dan mudah karena keserhanaan
komputasi akan ada. Akan tetapi pertimbangan keakuratan akan membatasi
penerapan model. Akurasi Model
Penelusuran Reservoir. Dalam aplikasi reservoir, akurasi model
penelusuran level – kolam sangat relatif terhadap keakurasian model penelusuran
dinamis terdistribusi . Akurasi Model Penelusuran Sungai. Pada
penerapan penelusuran aliran sungai, tipe lump dan kinematik dan model
penelusuran diffusi menunjukkan keuntungan kesederhanaan dimana dampak dari
aliran balik (backwater) tidak ada. Pertimbangan kekauratan membatasi model
dalam penerapannya dimana hubungan kedalaman air dan debit adalah nilai
tunggal, dan nilai pergerakan menaik hydrograph dan kemiringan dasar saluran
tidaklah kecil.
Penelusuran banjir
dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi hidrologi,
yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil
yang diperoleh dapat lebih eksak (akurat)
karena penampungannya adalah fungsi langsung dari aliran keluar (outflow) .
Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.
Bahan untuk kajian
penelusuran banjir ini adalah data tinggi muka air (TMA) dan data debit sungai yang
diukur di dua tempat pos pengukuran yaitu pos pengukuran I (bagian
hulu) dan pos pengukuran II (bagian hilir).
Sumber data primer diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum. Data yang digunakan
berupa data pengamatan TMA (H) secara kontinyu di kedua pos pengukuran pada jam
dan tanggal yang sama.
Untuk memperoleh nilai debit aliran (Q) menggunakan persamaan
lengkung debit (rating curve).
Persamaan rating curve di pos I : 21.5 (H + 0.22)1,5 dan di pos II : 31.5 (H + 0.12)0.88
1.1.1.
Metode Muskingum
Metode Muskingum
adalah suatu cara perhitungan
yang digunakan dalam penelusuran banjir
dengan pendekatan hukum kontinyuitas. Metode Muskingum menggunakan asumsi :
1.
Tidak ada
anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;
2.
Penambahan
dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi
semuanya diabaikan.
Untuk melakukan perhitungan dengan persamaan
kontinyuitas, maka dimensi waktu (t) harus dibagi menjadi periode–periode Δt
yang lebih kecil, yang disebut sebagai periode penelusuran (routing
period). Periode penelusuran (Δt) harus dibuat lebih kecil dari tempuh
dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode penelusuran
(Δt) puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh (Soemarto, 1987).
Persamaan kontinyuitas yang umum dipakai
dalam penelusuran banjir adalah sebagai
berikut:
I – D = dS/dt ...................................................................................... (1)
dimana :
I = debit yang masuk ke dalam
permulaan bagian memanjang palung sungai yang ditinjau
(bagian hulu) (m3/det)
D = debit yang keluar dari
akhir bagian memanjang palung sungai yang ditinjau
(bagian hilir) (m3/det)
S = besarnya tampungan
(storage) dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (m).
dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)
Untuk selang waktu t, maka persamaan di atas berubah menjadi :
I
= (I1 + I2)/2
D
= (D1 + D2)/2
dS = S2 – S1
Sehingga persamaan (1) menjadi :
(I1
+ I2)/2 - (D1 + D2)/2 = S2 – S1.......................................................... (2)
Angka
subscript 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode penelusuran dan
subcript 2 merupakan keadaan pada akhir
periode penelusuran.
Persamaan
(2) di atas terdapat dua komponen yang tidak diketahui nilainya, yaitu D2
dan S2. Sedangkan
data yang lain seperti I1 dan I2 dapat diketahui dari
hidrograf debit masuk, serta D1 dan S2 dapat diketahui
dari periode sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan dua nilai komponen
tersebut diperlukan persamaan ketiga.
Sampai
tahap ini membuktikan bahwa penelusuran banjir lewat palung sungai cukup rumit
dan sulit, bila dibandingkan dengan penelusuran banjir lewat waduk. Persamaan
yang digunakan pada waduk lebih sederhana, yaitu : D2 = f (S2).
Penelusuran banjir lewat palung sungai nilai
tampungan (storage) tidak hanya merupakan fungsi dari debit keluar
(outflow) saja, akan tetapi tergantung
kepada debit masuk (inflow) dan debit keluar (outflow) .
Menurut
Mc Carthy dalam Wilson (1974) yang kemudian dikenal sebagai metode Muskingum,
diajukan suatu persamaan dimana storage merupakan fungsi dari
inflow sebagai berikut :
S
= K { x I + (1 – x) D}.......................................................................... (3)
Dimana
:
x
=
konstanta tak bersatuan dari ruas sungai
K
=
konstanta storage yang berdimensi waktu
Nilai
x dan K harus dicari dari data pengamatan hidrograf I dan D yang diukur dari
dua tempat lokasi pengukuran, dalam hal ini hidrograf I diperoleh dari pos pengukuran I dan hidrograf D diperoleh
dari pos pengukuran II. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980) berdasarkan praktek dan pengalaman bahwa nilai x untuk
sungai – sungai alam berkisar antara 0
sampai 0,50.
Akan tetapi makin curam kemiringannya, makin besar harga x itu. Biasanya harga
x terletak antara 0,10
dan 0,30.
Kadang-kadang harga x bernilai negatip.
Untuk mendapatkan nilai konstanta x dan
K harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Secara umum urutan tahapan yang
ditempuh untuk mendapatkan nilai x dan K
adalah sebagai berikut (Wilson, 1974).
Seperti terlihat pada Gambar 1.2. menunjukkan secara
simultan inflow (I) dan outflow (D) dari suatu ruas sungai. Selama I > D,
air memasuki storage dalam ruas sungai tersebut dan apabila I < D, maka air
meninggalkan (keluar) dari storage tersebut.
Apabila diasumsikan nilai x = 0,1 dan nilai (0,1 I + 0,9 D) dihitung untuk
berbagai waktu dan kemudian nilai (0,1
I + 0,9
D) tersebut diplot untuk berbagai S (storage) yang diambil dari Gambar 3. Maka
plot yang dihasilkan disebut sebagai storage loop seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4a. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak linier. Jika diambil
nilai x lainnya (misal : 0,2 ; 0.3 dan seterusnya)
sampai didapat suatu hubungan yang linier seperti pada Gambar 4c; maka nilai x
tersebut yang diambil. Selanjutnya nilai K dapat dihitung dengan mengukur slope
dari garis lurus tersebut.
Setelah nilai x dan K diketahui, maka
outflow D dari suatu ruas sungai dapat dicari berdasarkan persamaan sebagai
berikut :
(I1
+ I2)t / 2 – (D1 + D2)t / 2 = S2 –
S1................................................................. (4)
S2
– S1 = K [x(I2 – I1)+(1- x)( D1 - D2)].............................................................. (5)
Persamaan (4) dan (5) diatas merupakan
persamaan S = K[xI + (1- x)D] dalam bentuk selang waktu diskrit. Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut
di atas, diperoleh hasil:
D2
= C0
I2 + C1 I1 + C2 D1................................................................................... (6)
dimana :
C0 = (Kx-0.5t) / (K- Kx+0.5t)............................................................................. (7)
C1 = (Kx +0.5t) / (K- Kx+0.5t)........................................................................... (8)
C2 = (K- Kx-0.5t) / (K- Kx+0.5t)....................................................................... (9)
C0 + C1 + C2 = 1................................................................................................. (10)
Nilai K dan x menggunakan nilai
hasil perhitungan dari ruas sungai yang ditinjau dan besaran t (waktu) diambil
sesuai dengan periode pengamatan debit data awal.
1.1.2.
Analisa Debit Masuk dan Keluar
Bahan untuk kajian penelusuran banjir Pada sungai buaya dilakukan dengan
menganalisa data debit sungai buaya yang diukur di dua tempat
pos pengukuran yaitu pos pengukuran I (bagian
hulu) dan pos pengukuran II (bagian hilir).
Sumber data primer diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum. Data tersebut berupa data pengamatan TMA (H) secara kontinyu di kedua pos
pengukuran pada periode
2 jam dan diukur mulai pada tanggal 9 januari 1999 jam 10.00 malam sampai 12
januari 1999, jam 02.00 dini hari. Untuk
memperoleh nilai debit aliran (Q) menggunakan persamaan lengkung debit (rating
curve). Persamaan rating
curve di pos I : 21,5 (H + 0,22)1,5 dan di pos II : 31,5 (H + 0,12)0.88. data debit sungai buaya tersebut sperti
terlampir pada tabel berikut ini.
Tabel 1.1. Hasil Pengukuran
Debit di Pos I dan Pos II
Waktu Pengukuran
|
Pos I
|
Pos II
|
|
Tanggal
|
Jam
|
I (m3/det)
|
D (m3/det)
|
9/2/1999
|
22:00
|
22,15
|
35,06
|
0:00
|
25,48
|
35,69
|
|
10/2/1999
|
2:00
|
29,69
|
36,60
|
4:00
|
35,23
|
37,30
|
|
6:00
|
38,32
|
36,74
|
|
8:00
|
44,33
|
37,86
|
|
10:00
|
50,63
|
38,28
|
|
12:00
|
57,20
|
38,49
|
|
14:00
|
75,97
|
38,98
|
|
16:00
|
96,45
|
39,40
|
|
18:00
|
80,94
|
40,03
|
|
20:00
|
68,73
|
40,66
|
|
22:00
|
59,45
|
41,27
|
|
0:00
|
50,63
|
42,39
|
|
11/2/1999
|
2:00
|
48,50
|
45,57
|
4:00
|
49,35
|
47,28
|
|
6:00
|
61,73
|
47,90
|
|
8:00
|
72,08
|
48,45
|
|
10:00
|
65,43
|
48,79
|
|
12:00
|
59,45
|
48,24
|
|
14:00
|
55,86
|
47,70
|
|
16:00
|
52,79
|
46,78
|
|
18:00
|
50,63
|
44,05
|
|
20:00
|
49,35
|
42,81
|
|
22:00
|
48,50
|
48,31
|
|
0:00
|
47,66
|
47,70
|
|
12/2/1999
|
2:00
|
46,40
|
47,70
|
Sumber :
Dinas PU Pengairan
Untuk menentukan nilai
x dan K dari ruas sungai buaya
antara Pos I dan Pos II, maka ditempuh
sesuai dengan prosedur dalam perhitungan metode Muskingum dimana dengan menggunakan suatu
bentuk trail and error dalam penentuan nilai x dan K. Nilai x diasumsikan
kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan (x
I + (1 – x
D)) untuk berbagai waktu seperti yang telah
diuraikan di atas.
Sebagai pedoman dalam pemilihan nilai
x, seperti yang disebutkan dalam berbagai buku hidrologi, bahwa untuk sungai
alami nilainya berkisar antara 0 hingga
0.50. Akan tetapi nilai tersebut tidak mutlak berlaku pada sungai alami,
kadang- kadang nilainya bisa negatip. Besar kecilnya nilai x pada sungai alami
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: kecuraman lereng sungai (slope
of river). Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk mengetahui
nilai x dengan menggunakan rumus :
Qn = [x I + (1 – x)
D].
misalkan x = 0,1 , maka :
Ø Untuk jam 22.00 wib, ==> I = 22,15 m3/
det . ; D = 35,06 m3/ det
Q0 = [ (0,1 x 22,15 m3/ det ) + (1 – 0,1) x ( 35,06 m3/ det) ]
= [ (0,1 x 22,15 m3/ det ) + (0,9 x
35,06 m3/ det) ]
= 2,22 m3/
det + 31,55 m3/ det
= 33,769 m3/
det
Ø Untuk jam 00.00 wib, ==> I = 25,48 m3/ det . ;
D = 35,69m3/ det
Q2 = [ (0,1 x 25,48 m3/
det ) + (1 – 0,1) x
(35,69m3/ det) ]
= [ (0,1 x 25,48 m3/
det ) + (0,9
x 35,69m3/ det) ]
= 2,55 m3/
det + 32,12 m3/ det
= 34,669 m3/
det
Ø Untuk jam 02.00 wib, ==> I = 29,69 m3/ det
. ; D = 36,60 m3/ det
Q4 = [ (0,1 x 29,69 m3/
det ) + (1 – 0,1) x
(36,60 m3/
det) ]
= [ (0,1 x 29,69 m3/
det ) + (0,9
x 36,60 m3/
det) ]
= 2,97 m3/
det + 32,94 m3/ det
= 35,909 m3/
det
Ø Untuk jam 04.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det
. ; D = 37,30 m3/ det
Q6 = [ (0,1 x 35,23 m3/
det ) + (1 – 0,1) x
(37,30 m3/
det) ]
= [ (0,1 x 35,23 m3/
det ) + (0,9
x 37,30 m3/
det) ]
= 3,52 m3/
det + 33,57 m3/ det
= 37,093 m3/
det
Ø Untuk jam 06.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q8 = [ (0,1 x 35,23 m3/ det )
+ (1 – 0,1)
x (37,30 m3/ det) ]
= [ (0,1 x 35,23 m3/ det )
+ (0,9 x 37,30 m3/
det) ]
= 3,83 m3/
det + 33,07 m3/ det
= 36,898
Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel
misalkan x = 0,3 , maka :
Ø Untuk jam 22.00 wib, ==> I = 22,15 m3/
det . ; D = 35,06 m3/
det
Q0 = [ (0,3 x 22,15 m3/ det ) + (1 – 0,3) x ( 35,06 m3/ det) ]
= [ (0,3 x 22,15 m3/ det ) + (0,7 x
35,06 m3/ det) ]
= 6,65 m3/
det + 24,54 m3/ det
= 31,187 m3/
det
Ø Untuk jam 00.00 wib, ==> I = 25,48 m3/ det . ;
D = 35,69m3/ det
Q2 = [ (0,3 x 25,48 m3/
det ) + (1 – 0,3) x
(35,69m3/ det) ]
= [ (0,3 x 25,48 m3/
det ) + (0,7
x 35,69m3/ det) ]
= 7,64 m3/
det + 24,98 m3/ det
= 32,627 m3/
det
Ø Untuk jam 02.00 wib, ==> I = 29,69 m3/ det
. ; D = 36,60 m3/ det
Q4 = [ (0,3 x 29,69 m3/
det ) + (1 – 0,3) x
(36,60 m3/
det) ]
= [ (0,3 x 29,69 m3/
det ) + (0,7
x 36,60 m3/
det) ]
= 8,91 m3/
det + 25,62 m3/ det
= 34,527 m3/
det
Ø Untuk jam 04.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det
. ; D = 37,30 m3/ det
Q6 = [ (0,3 x 35,23 m3/
det ) + (1 – 0,3) x
(37,30 m3/
det) ]
= [ (0,3 x 35,23 m3/
det ) + (0,7
x 37,30 m3/
det) ]
= 10,57 m3/
det + 26,11 m3/ det
= 36,679 m3/
det
Ø Untuk jam 06.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det
. ; D = 37,30 m3/ det
Q8 = [ (0,3 x 35,23 m3/
det ) + (1 – 0,3) x
(37,30 m3/
det) ]
= [ (0,3 x 35,23 m3/
det ) + (0,7
x 37,30 m3/
det) ]
= 11,50 m3/
det + 25,72 m3/ det
= 37,214 m3/
det
Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel
misalkan x = -0,002, maka :
Ø Untuk jam 22.00 wib, ==> I = 22,15 m3/
det . ; D = 35,06 m3/
det
Q0 = [ (-0,002 x 22,15 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x ( 35,06 m3/ det) ]
= [ (-0,002 x 22,15 m3/ det ) + (-1,002 x 35,06 m3/ det) ]
= -0,04 m3/
det + 35,13 m3/ det
= 35,09 m3/
det
Ø Untuk jam 00.00 wib, ==> I = 25,48 m3/ det . ;
D = 35,69m3/ det
Q2 = [ (-0,002 x
25,48 m3/ det )
+ (1 – (-0,002))
x (35,69m3/ det) ]
= [ (-0,002 x
25,48 m3/ det )
+ (-1,002 x 35,69m3/
det) ]
= -0,05 m3/
det + 35,76 m3/ det
= 35,71 m3/
det
Ø Untuk jam 02.00 wib, ==> I = 29,69 m3/ det
. ; D = 36,60 m3/ det
Q4 = [ (-0,002 x
29,69 m3/ det
) + (1 – (-0,002))
x (36,60 m3/
det) ]
= [ (-0,002 x
29,69 m3/ det
) + (-1,002
x 36,60 m3/
det) ]
= -0,06 m3/
det + 36,67 m3/ det
= 36,61 m3/
det
Ø Untuk jam 04.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det
. ; D = 37,30 m3/ det
Q6 = [ (-0,002 x
35,23 m3/ det
) + (1 – (-0,002))
x (37,30 m3/
det) ]
= [ (-0,002 x
35,23 m3/ det
) + (-1,002
x 37,30 m3/
det) ]
= -0,07 m3/
det + 37,37 m3/ det
= 37,30 m3/
det
Ø Untuk jam 06.00 wib, ==> I = 35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q8 = [ (-0,002 x 35,23 m3/ det )
+ (1 – (-0,002))
x (37,30 m3/ det) ]
= [ (-0,002 x 35,23 m3/ det )
+ (-1,002 x 37,30 m3/
det) ]
= -0,08 m3/
det + 36,81 m3/ det
= 36,74 m3/
det
Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel
Tabel 1.2. Try End Error Nilai X yang Mendekati Linear
Waktu
Pengukuran
|
Pos
I
|
Pos
II
|
X = 0,1
|
X = 0,3
|
X = - 0,002
|
|||||||
Tanggal
|
Jam
|
I (m3/det)
|
D (m3/det)
|
0,1
I
|
0,9
D
|
Total
|
0,1
I
|
0,7
D
|
Total
|
-
0,002 I
|
-1,002
D
|
Total
|
09/02/1999
|
22:00
|
22,15
|
35,06
|
2,22
|
31,55
|
33,769
|
6,65
|
24,54
|
31,187
|
-0,04
|
35,13
|
35,09
|
0:00
|
25,48
|
35,69
|
2,55
|
32,12
|
34,669
|
7,64
|
24,98
|
32,627
|
-0,05
|
35,76
|
35,71
|
|
10/02/1999
|
2:00
|
29,69
|
36,6
|
2,97
|
32,94
|
35,909
|
8,91
|
25,62
|
34,527
|
-0,06
|
36,67
|
36,61
|
4:00
|
35,23
|
37,3
|
3,52
|
33,57
|
37,093
|
10,57
|
26,11
|
36,679
|
-0,07
|
37,37
|
37,30
|
|
6:00
|
38,32
|
36,74
|
3,83
|
33,07
|
36,898
|
11,50
|
25,72
|
37,214
|
-0,08
|
36,81
|
36,74
|
|
8:00
|
44,33
|
37,86
|
4,43
|
34,07
|
38,507
|
13,30
|
26,50
|
39,801
|
-0,09
|
37,94
|
37,85
|
|
10:00
|
50,63
|
38,28
|
5,06
|
34,45
|
39,515
|
15,19
|
26,80
|
41,985
|
-0,10
|
38,36
|
38,26
|
|
12:00
|
57,2
|
38,49
|
5,72
|
34,64
|
40,361
|
17,16
|
26,94
|
44,103
|
-0,11
|
38,57
|
38,45
|
|
14:00
|
75,97
|
38,98
|
7,60
|
35,08
|
42,679
|
22,79
|
27,29
|
50,077
|
-0,15
|
39,06
|
38,91
|
|
16:00
|
96,45
|
39,4
|
9,65
|
35,46
|
45,105
|
28,94
|
27,58
|
56,515
|
-0,19
|
39,48
|
39,29
|
|
18:00
|
80,94
|
40,03
|
8,09
|
36,03
|
44,121
|
24,28
|
28,02
|
52,303
|
-0,16
|
40,11
|
39,95
|
|
20:00
|
68,73
|
40,66
|
6,87
|
36,59
|
43,467
|
20,62
|
28,46
|
49,081
|
-0,14
|
40,74
|
40,60
|
|
22:00
|
59,45
|
41,27
|
5,95
|
37,14
|
43,088
|
17,84
|
28,89
|
46,724
|
-0,12
|
41,35
|
41,23
|
|
0:00
|
50,63
|
42,39
|
5,06
|
38,15
|
43,214
|
15,19
|
29,67
|
44,862
|
-0,10
|
42,47
|
42,37
|
|
11/02/1999
|
2:00
|
48,5
|
45,57
|
4,85
|
41,01
|
45,863
|
14,55
|
31,90
|
46,449
|
-0,10
|
45,66
|
45,56
|
4:00
|
49,35
|
47,28
|
4,94
|
42,55
|
47,487
|
14,81
|
33,10
|
47,901
|
-0,10
|
47,37
|
47,28
|
|
6:00
|
61,73
|
47,9
|
6,17
|
43,11
|
49,283
|
18,52
|
33,53
|
52,049
|
-0,12
|
48,00
|
47,87
|
|
8:00
|
72,08
|
48,45
|
7,21
|
43,61
|
50,813
|
21,62
|
33,92
|
55,539
|
-0,14
|
48,55
|
48,40
|
|
10:00
|
65,43
|
48,79
|
6,54
|
43,91
|
50,454
|
19,63
|
34,15
|
53,782
|
-0,13
|
48,89
|
48,76
|
|
12:00
|
59,45
|
48,24
|
5,95
|
43,42
|
49,361
|
17,84
|
33,77
|
51,603
|
-0,12
|
48,34
|
48,22
|
|
14:00
|
55,86
|
47,7
|
5,59
|
42,93
|
48,516
|
16,76
|
33,39
|
50,148
|
-0,11
|
47,80
|
47,68
|
|
16:00
|
52,79
|
46,78
|
5,28
|
42,10
|
47,381
|
15,84
|
32,75
|
48,583
|
-0,11
|
46,87
|
46,77
|
|
18:00
|
50,63
|
44,05
|
5,06
|
39,65
|
44,708
|
15,19
|
30,84
|
46,024
|
-0,10
|
44,14
|
44,04
|
|
20:00
|
49,35
|
42,81
|
4,94
|
38,53
|
43,464
|
14,81
|
29,97
|
44,772
|
-0,10
|
42,90
|
42,80
|
|
22:00
|
48,5
|
48,31
|
4,85
|
43,48
|
48,329
|
14,55
|
33,82
|
48,367
|
-0,10
|
48,41
|
48,31
|
|
0:00
|
47,66
|
47,7
|
4,77
|
42,93
|
47,696
|
14,30
|
33,39
|
47,688
|
-0,10
|
47,80
|
47,70
|
|
12/02/1999
|
2:00
|
46,4
|
47,7
|
4,64
|
42,93
|
47,570
|
13,92
|
33,39
|
47,310
|
-0,09
|
47,80
|
47,70
|
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 1.3. Rekapitulasi
Kumulatif Stronge dan Try End Error Nilai X
Waktu
Pengukuran
|
Pos
I
|
Pos
II
|
Mean Stronge
|
Kumulatif Stronge
|
X = 0,1
|
X = 0,3
|
X = - 0,002
|
||||||||
Tanggal
|
Jam
|
I (m3/det)
|
D (m3/det)
|
I
- D
|
0,1
I
|
0,9
D
|
Total
|
0,1
I
|
0,7
D
|
Total
|
-
0,002 I
|
-1,002 D
|
Total
|
||
09/02/1999
|
22:00
|
22,15
|
35,06
|
-12,91
|
-6,5
|
-6,5
|
2,22
|
31,55
|
33,769
|
6,65
|
24,54
|
31,187
|
-0,04
|
35,13
|
35,09
|
0:00
|
25,48
|
35,69
|
-10,21
|
-11,6
|
-18,0
|
2,55
|
32,12
|
34,669
|
7,64
|
24,98
|
32,627
|
-0,05
|
35,76
|
35,71
|
|
10/02/1999
|
2:00
|
29,69
|
36,6
|
-6,91
|
-8,6
|
-26,6
|
2,97
|
32,94
|
35,909
|
8,91
|
25,62
|
34,527
|
-0,06
|
36,67
|
36,61
|
4:00
|
35,23
|
37,3
|
-2,07
|
-4,5
|
-31,1
|
3,52
|
33,57
|
37,093
|
10,57
|
26,11
|
36,679
|
-0,07
|
37,37
|
37,30
|
|
6:00
|
38,32
|
36,74
|
1,58
|
-0,2
|
-31,3
|
3,83
|
33,07
|
36,898
|
11,50
|
25,72
|
37,214
|
-0,08
|
36,81
|
36,74
|
|
8:00
|
44,33
|
37,86
|
6,47
|
4,0
|
-27,3
|
4,43
|
34,07
|
38,507
|
13,30
|
26,50
|
39,801
|
-0,09
|
37,94
|
37,85
|
|
10:00
|
50,63
|
38,28
|
12,35
|
9,4
|
-17,9
|
5,06
|
34,45
|
39,515
|
15,19
|
26,80
|
41,985
|
-0,10
|
38,36
|
38,26
|
|
12:00
|
57,2
|
38,49
|
18,71
|
15,5
|
-2,3
|
5,72
|
34,64
|
40,361
|
17,16
|
26,94
|
44,103
|
-0,11
|
38,57
|
38,45
|
|
14:00
|
75,97
|
38,98
|
36,99
|
27,9
|
25,5
|
7,60
|
35,08
|
42,679
|
22,79
|
27,29
|
50,077
|
-0,15
|
39,06
|
38,91
|
|
16:00
|
96,45
|
39,4
|
57,05
|
47,0
|
72,5
|
9,65
|
35,46
|
45,105
|
28,94
|
27,58
|
56,515
|
-0,19
|
39,48
|
39,29
|
|
18:00
|
80,94
|
40,03
|
40,91
|
49,0
|
121,5
|
8,09
|
36,03
|
44,121
|
24,28
|
28,02
|
52,303
|
-0,16
|
40,11
|
39,95
|
|
20:00
|
68,73
|
40,66
|
28,07
|
34,5
|
156,0
|
6,87
|
36,59
|
43,467
|
20,62
|
28,46
|
49,081
|
-0,14
|
40,74
|
40,60
|
|
22:00
|
59,45
|
41,27
|
18,18
|
23,1
|
179,1
|
5,95
|
37,14
|
43,088
|
17,84
|
28,89
|
46,724
|
-0,12
|
41,35
|
41,23
|
|
0:00
|
50,63
|
42,39
|
8,24
|
13,2
|
192,3
|
5,06
|
38,15
|
43,214
|
15,19
|
29,67
|
44,862
|
-0,10
|
42,47
|
42,37
|
|
11/02/1999
|
2:00
|
48,5
|
45,57
|
2,93
|
5,6
|
197,9
|
4,85
|
41,01
|
45,863
|
14,55
|
31,90
|
46,449
|
-0,10
|
45,66
|
45,56
|
4:00
|
49,35
|
47,28
|
2,07
|
2,5
|
200,4
|
4,94
|
42,55
|
47,487
|
14,81
|
33,10
|
47,901
|
-0,10
|
47,37
|
47,28
|
|
6:00
|
61,73
|
47,9
|
13,83
|
8,0
|
208,4
|
6,17
|
43,11
|
49,283
|
18,52
|
33,53
|
52,049
|
-0,12
|
48,00
|
47,87
|
|
8:00
|
72,08
|
48,45
|
23,63
|
18,7
|
227,1
|
7,21
|
43,61
|
50,813
|
21,62
|
33,92
|
55,539
|
-0,14
|
48,55
|
48,40
|
|
10:00
|
65,43
|
48,79
|
16,64
|
20,1
|
247,2
|
6,54
|
43,91
|
50,454
|
19,63
|
34,15
|
53,782
|
-0,13
|
48,89
|
48,76
|
|
12:00
|
59,45
|
48,24
|
11,21
|
13,9
|
261,2
|
5,95
|
43,42
|
49,361
|
17,84
|
33,77
|
51,603
|
-0,12
|
48,34
|
48,22
|
|
14:00
|
55,86
|
47,7
|
8,16
|
9,7
|
270,8
|
5,59
|
42,93
|
48,516
|
16,76
|
33,39
|
50,148
|
-0,11
|
47,80
|
47,68
|
|
16:00
|
52,79
|
46,78
|
6,01
|
7,1
|
277,9
|
5,28
|
42,10
|
47,381
|
15,84
|
32,75
|
48,583
|
-0,11
|
46,87
|
46,77
|
|
18:00
|
50,63
|
44,05
|
6,58
|
6,3
|
284,2
|
5,06
|
39,65
|
44,708
|
15,19
|
30,84
|
46,024
|
-0,10
|
44,14
|
44,04
|
|
20:00
|
49,35
|
42,81
|
6,54
|
6,6
|
290,8
|
4,94
|
38,53
|
43,464
|
14,81
|
29,97
|
44,772
|
-0,10
|
42,90
|
42,80
|
|
22:00
|
48,5
|
48,31
|
0,19
|
3,4
|
294,1
|
4,85
|
43,48
|
48,329
|
14,55
|
33,82
|
48,367
|
-0,10
|
48,41
|
48,31
|
|
0:00
|
47,66
|
47,7
|
-0,04
|
0,1
|
294,2
|
4,77
|
42,93
|
47,696
|
14,30
|
33,39
|
47,688
|
-0,10
|
47,80
|
47,70
|
|
12/02/1999
|
2:00
|
46,4
|
47,7
|
-1,3
|
-0,7
|
293,6
|
4,64
|
42,93
|
47,570
|
13,92
|
33,39
|
47,310
|
-0,09
|
47,80
|
47,70
|
Sumber : Hasil Perhitungan
Sedangkan nilai K adalah merupakan
konstanta penampungan (storage constant) yaitu rasio tampungan terhadap debit,
dan mempunyai dimensi waktu yang besarnya kira- kira sama dengan waktu
perjalanan untuk melewati bagian ruas sungai yang ditinjau. Dalam Wilson (1974)
disebutkan dari hasil analisis beberapa gelombang banjir menunjukkan bahwa
waktu perjalananan antara pusat masa banjir di bagian hulu mencapai bagian
hilir dari suatu ruas sungai yang ditinjau besarnya sama dengan nilai K.
Kemudian untuk membantu memudahkan
dalam penentuan nilai x digunakan pendekatan nilai koefisien korelasi (r)
antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D]. Bila nilai (r) lebih
besar dari 0,7
berarti terdapat hubungan korelasi antara kedua faktor tersebut, atau dengan kata
lain hubungan kedua fakor mendekati garis lurus. Akan tetapi bila nilai (r)
kurang dari 0,7
berarti tidak ada hubungan antara kedua faktor dan tidak akan terbentuk
hubungan garis lurus (Soemarto, 1987). Dari
ketika percobaan nilai x tersebut maka digambar grafik hubungan antara koefisien
korelasi (r) antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D] dengan menggunakan grafik seperti terlihat berikut ini.
Gambar 1.6.
Grafik Hubungan Kumulatif
Storage (S) dan
[X I + (1 – X) D] dengan X = 0,1
Gambar 1.7.
Grafik Hubungan Kumulatif
Storage (S) dan [X I + (1 – X) D] dengan X = 0,3
Gambar 1.8.
Grafik Hubungan Kumulatif
Storage (S) dan [X I + (1 – X) D]
dengan X = - 0,002
Hasil
analisis koefisien korelasi (r) antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 –
x) D] dengan menggunakan berbagai nilai x maka
dapat disimpulkan hasil seperti yang disajikan pada
Tabel 2. Dalam tahap ini sekaligus dilakukan juga perhitungan storage looping,
yaitu memilih nilai x yang tepat agar diperoleh suatu hubungan yang membentuk
garis lurus antara kedua faktor tersebut.
Tabel 1.4. Nilai koefisien
korelasi kumulatif storage dengan [x I + (1 – x) D]
|
X= 0,1
|
X= 0,3
|
X=
- 0,002
|
r2
|
0,740
|
0,413
|
0,824
|
Nilai korelasi (r)
|
0,860233
|
0,642651
|
0,907744
|
Berdasarkan hasil
analisis korelasi (Tabel 1.4.) dan hasil ploting antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1
– x) D] seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.8., maka
dapat ditentukan nilai x dan K yang tepat untuk ruas sungai buaya antara Pos I sampai Pos II.
Dari Tabel 1.4.
menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antara Kumulatif Storage (S) dengan
[x I + (1 – x) D] terbesar pada nilai x = -0,002, yaitu sebesar 0,9078, yang
berarti bahwa terdapat hubungan antara (S) dengan [x I + (1 – x) D] dan secara
statistik menunjukkan adanya hubungan garis lurus antara dua faktor di atas.
Hal ini sesuai dengan yang disarankan
oleh Soemarto (1987), bahwa bila koefisien korelasi antara S dengan [x I + (1 – x) D] lebih besar dari 0,7,
maka hal itu menunjukkan adanya korelasi antara kedua faktor dan memungkinkan
akan diperoleh hubungan garis lurus. Oleh karena itu nilai x terpilih dalam
kajian ini adalah sebesar, x = – 0,002.
Harga nilai x yang
kecil (-0.002) ternyata bersesuaian dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan
kondisi topografi aliran Sungai buaya. yang bersumber dari Gunung
Pangrango (3019 m) mengalir hingga muara mempunyai kelerengan sungai yang
beragam. Kelerengan sungai dari Hulu
hingga Pos I termasuk kategori berlereng curam (antara 150 – 3019 m) sedangkan
lereng antara Pos I hingga Pos II termasuk
rendah atau datar yaitu berkisar 6 – 150 m diatas permukaan laut (Nippon
Koei Co, Ltd. 1997). Seperti yang disebutkan di bagian depan makin besar
kelerengan sungainya, maka makin besar pula nilai x.
Selain itu juga
kondisi lereng ruas Pos I hingga Pos II akan berpengaruh terhadap nilai K.
Berdasarkan hasil storage looping dan penentuan nilai x serta analisis korelasi
yang kemudian diplotkan dalam grafik seperti pada Gambar
diatas, maka nilai K dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara
laju [x I + (1 – x) D] dengan kumulatif
storege (S) atau perbandingan antara nilai m dengan n pada Gambar 1.9.
Dari Gambar
1.9. diatas, maka dapat ditentukan nilai koordinat titik A dan B dengan menarik
garis sembarang dari titik Koordinat maing – masing titik kearah sumbu absis X
dan Y. Dari hasil penarikan maka diketahui koordinat titik masing – masing
adalah :
XA = 40 ; YA = 39
XB = 196 ; YB
= 44,20
Untuk menghitung nilai K
maka digunakan Persamaan:
=
0,033 Hari = 0,8 jam = 48 menit
Dari hasil perhitungan
diperoleh nilai K untuk ruas sungai I hingga II berkisar 0,8 jam. Nilai K sebesar 0,8
jam ini mempunyai arti bahwa pusat gelombang banjir yang terukur di pos I akan
bergerak mencapai pos II dalam waktu
kurang lebih 0,8 jam atau
48 menit.
Kemudian langkah
selanjutnya adalah menghitung koefisien C0, C1 dan C2
seperti yang dirumuskan pada persamaan (7), (8) dan (9). Dengan diketahuinya
nilai koefisien ini dapat digunakan untuk menghitung atau memperkirakan besaran
debit keluar (outflow) di pos II. Dengan kata lain bila kita mempunyai data
debit (I) pos I dan dengan bantuan koefisien di atas kita dapat memperkirakan
laju pola debit yang akan terjadi di pos II. Dimana periode pengamatan / pengukuran dilakukan setiap 2 jam sekali
yang artinya t = 2 jam/ 24 jam = 0,083
hari
Maka
nilai koefisien untuk menghitung perkiraan besaran debit keluar dapat dihitung
sebagai berikut :
C0 =
=
= 0,556
C1 =
=
= 0,554
C2 =
=
= -0,110
Cek koefisien dengan
persamaan 10 maka:
C0 + C1 + C2 = 1
0,556 + 0,554 + (- 0,110)
= 1
1 = 1 ===>
Ok
Hasil perhitungan
ketiga koefisien di atas dengan memasukkan nilai x dan K diperoleh nilai
sebagai berikut: C0 = 0,556
; C1 = 0,554 dan C2 = - 0,110. Setelah nilai koefisien
diperoleh dan dengan bantuan persamaan (6), maka kita dapat memperkirakan /
menghitung laju debit otflow (D) di stasiun pengukuran di bagian hilirnya,
dalam hal ini adalah pos II.
Mengetahui laju
outflow (D) di bagian hilir ini menjadi suatu hal sangat penting, karena bila
di pos pengukuran di bagian hulu diketahui telah terjadi kenaikkan muka air
atau debit (gelombang banjir), maka kita dapat memperkirakan berapa lama pusat
gelombang banjir tersebut sampai di pos bagian hilir dan seperti apa pola debit
yang akan terjadi di bagian hilir. Dengan demikian bila metode penelusuran
banjir ini dikaitkan dengan program pengendalian dan peringatan dini bahaya
banjir, maka akan dapat disusun suatu program pemberitahuan atau antisipasi kepada
penduduk / masyarakat yang berdiam di sekitar aliran sungai. Sehingga
masyarakat dapat bersiap – siap untuk
mengantisipasi atau menyelamatkan harta dan jiwa dari terpaan bahaya banjir
yang lebih besar.
1.1.3.
Memperkirakan
Laju Debit Pada Pos II
Untuk menghitung / memperkirakan laju
debit (outflow) di pos II, digunakan data
hasil pengamatan tinggi muka air (TMA) pada tanggal 09 Januari s.d. 12 Pebruari 1999. Data ini digunakan sebagai bahan
kajian tentang penelusuran banjir di sungai buaya
pada ruas I sampai dengan II.
Dalam penerapan metode penelusuran ini,
diasumsikan bahwa persamaan rating curve di Pos I (21.5 (H + 0.22)1.5)
masih berlaku sesuai dengan kondisi geometri sungai saat ini, sehingga
perkiraan laju debit di pos I masih mewakili. Kemudian diasumsikan juga bahwa
sepanjang ruas I hingga II tidak terjadi penambahan dan atau pengurangan
air.
Hasil
perhitungan perkiraan laju debit outflow (D) di II dengan menggunakan
persamaan (6) dan periode pengamatan (t) sebesar 2 jam, selengkapnya disajikan
pada Tabel 4.
Sedangkan grafik hidrograf banjir pos I dan II di sajikan pada Gambar 1.10.
Gambar 1.10. Hubungan antara
inflow (I) di Pos I dengan prakiraan outflow
(D) di Pos II.
Tabel 1.5. Perhitungan Laju
Outflow (D) di Pos I dan Pos II
Waktu
Pengukuran
|
Qmasuk
|
C0
|
C1
|
C2
|
Qkeluar
|
||
Tanggal
|
Jam
|
(jam)
|
I (m3/det)
|
0,5560
|
0,5542
|
-0,1101
|
D(m3/det)
|
09/02/1999
|
22:00
|
0
|
22,15
|
22,15
|
|||
0:00
|
2
|
25,48
|
14,166
|
12,27
|
-2,44
|
49,48
|
|
10/02/1999
|
2:00
|
4
|
29,69
|
16,506
|
14,12
|
-5,45
|
54,87
|
4:00
|
6
|
35,23
|
19,586
|
16,45
|
-6,04
|
65,23
|
|
6:00
|
8
|
38,32
|
21,304
|
19,52
|
-7,18
|
71,96
|
|
8:00
|
10
|
44,33
|
24,645
|
21,24
|
-7,93
|
82,29
|
|
10:00
|
12
|
50,63
|
28,148
|
24,57
|
-9,06
|
94,28
|
|
12:00
|
14
|
57,20
|
31,800
|
28,06
|
-10,38
|
106,68
|
|
14:00
|
16
|
75,97
|
42,236
|
31,70
|
-11,75
|
138,16
|
|
16:00
|
18
|
96,45
|
53,621
|
42,10
|
-15,21
|
176,96
|
|
18:00
|
20
|
80,94
|
44,999
|
53,45
|
-19,49
|
159,90
|
|
20:00
|
22
|
68,73
|
38,210
|
44,85
|
-17,61
|
134,19
|
|
22:00
|
24
|
59,45
|
33,051
|
38,09
|
-14,78
|
115,81
|
|
0:00
|
26
|
50,63
|
28,148
|
32,95
|
-12,75
|
98,97
|
|
11/02/1999
|
2:00
|
28
|
48,50
|
26,964
|
28,06
|
-10,90
|
92,62
|
4:00
|
30
|
49,35
|
27,436
|
26,88
|
-10,20
|
93,46
|
|
6:00
|
32
|
61,73
|
34,319
|
27,35
|
-10,29
|
113,10
|
|
8:00
|
34
|
72,08
|
40,073
|
34,21
|
-12,46
|
133,91
|
|
10:00
|
36
|
65,43
|
36,376
|
39,94
|
-14,75
|
127,00
|
|
12:00
|
38
|
59,45
|
33,051
|
36,26
|
-13,99
|
114,77
|
|
14:00
|
40
|
55,86
|
31,055
|
32,95
|
-12,64
|
107,22
|
|
16:00
|
42
|
52,79
|
29,349
|
30,96
|
-11,81
|
101,29
|
|
18:00
|
44
|
50,63
|
28,148
|
29,25
|
-11,15
|
96,88
|
|
20:00
|
46
|
49,35
|
27,436
|
28,06
|
-10,67
|
94,18
|
|
22:00
|
48
|
48,50
|
26,964
|
27,35
|
-10,37
|
92,44
|
|
0:00
|
50
|
47,66
|
26,497
|
26,88
|
-10,18
|
90,85
|
|
12/02/1999
|
2:00
|
52
|
46,40
|
25,796
|
26,41
|
-10,01
|
88,60
|
Sumber
: Hasil Perhitungan
Dalam Gambar 1.10. tersebut nampak
hubungan antara laju inflow (I) I dengan laju outflow (D) II. Pada tanggal 09 februari jam 22.00 debit di pos I
tercatat sekitar 22,15
m3/det dan kemudian pada jam – jam berikutnya debit mulai
naik dan mencapai puncaknya sekitar jam 16:00
Sore
pagi tanggal 10
Pebruarai 1999. Saat debit mulai naik
di Pos I,
di Pos II juga mulai terjadi kenaikkan debit, tetapi kenaikkannya tidak sama
seperti pos I. Misal di pos I jam 04.00 pagi tanggal 10 Februari 1999 debitnya mencapai = 35,23
m3/det, sedangkan di pos II telah
mencapai sekitar
= 65,23 m3/det.
Debit puncak di pos I terjadi sekitar sekitar jam 16:00
Sore
tanggal 10
Pebruari 1999, sebesar
= 96,45
m3/det.
Dari hasil penelusuran banjir maka
dapat disimpulkan bahwa debit puncak banjir yang akan terjadi di pos II diperkirakan terjadi
pada tanggal 10 februari 1999, jam
12.00 siang
- 22.00
Malam atau debit puncak akan terjadi 18 jam setelah hujan turun
dengan laju debitnya sekitar, QBanjir = 138
m3/det.
0 komentar:
Posting Komentar