Sabtu, 09 April 2016

Penulusuran Banjir ( Flood Routing )

1.                       ANALISA DEBIT BANJIR
1.1.                 Penulusuran Banjir (Flood Routing)
 Permasalahan utama yang dihadapi praktisi hidrologi adalah mengestimasi hydrograph menaik dan menurun dari suatu sungai pada sebaran titik pengaliran terutama selama periode banjir. Permasalahn ini dapat diatasi dengan teknik penelusuran aliran atau penelusuran banjir yang mengolah sifat-sifat hydrograph banjir di hulu atau di hilir dari suatu titik ke titik yang lain sepanjang aliran sungai. Penelusuran dilakukan dari titik dimana ada data pengamatan hidrograf aliran untuk memudahkan proses penelusuran itu sendiri.
Suatu hidrograf banjir dapat dimodifikasi dengan dua cara sebagaimana air hujan mengalir menuruni jaringan pengaliran air (drainage network). Pertama waktu berkumpulnya aliran-aliran untuk terjadinya aliran dan puncaknya pada suatu titik di daerah hilir. Ini disebut sebagai translasi. Kedua, besarnya laju aliran puncak yang bergerak menuju titik di aliran bawah, serta lama waktu aliran mencapai titik bawah. Modifikasi hidrograf ini disebut attenuation.
Penurunan hidrograf aliran di bagian bawah seperti B pada Gambar 1dari hulu yang disebabkan oleh pola hidrograf banjir A merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam manajemen sungai sebagai upaya prediksi banjir di wilayah bagian river basin. Dalam hal disain, penelusuran hidrograf banjir juga penting untuk mengatur kapasitas spillway reservoir. Disamping itu jadwal pencegahan banjir atau evaluasi tinggi bangunan jagaan banjir di tanggul sungai perlu juga diperhatikan.
Gambar 1.1. Sifat Translasi Dan Attenuasi Banjir
Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan perjalanan banjir (flood  tracing) yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak  banjir di daerah hulu (sumbernya). Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing) digunakan untuk peramalan banjir dan pengendalian banjir.
Untuk melakukan analisis penelusuran banjir dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama  dikerjakan. Oleh karena itu untuk keperluan praktek perhitungan hidrologi digunakan cara perhitungan yang lebih sederhana yaitu dengan metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode  Muskingum  (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Pemilihan model penelusuran aliran untuk tujuan penerapan tertentu dipengaruhi oleh tingkat berbagai kepentingan dengan mempertimbangkan faktor sebagai berikut:
1.      Model menyajikan informasi hidraulik yang sesuai untuk menjawab pertanyaan atau problem pemangku kepentingan;
2.      Tingkat akurasi model;
3.      Kebutuhan akurasi dalam penerapan penelusuran aliran;
4.      Tipe dan ketersediaan kebutuhan data;
5.      Ketersediaan fasilitas dan biaya komputasi;
6.      Familiaritas dengan model yang diberikan;
7.      Pengembangan dokumen, level kemampuan dan ketersediaan wadah atau paket model penelusuran;
8.      Kekompleksan formulasi matematika model penelusuran yang akan dikembangkan dengan bahasa pemrograman komputer; dan
9.      Kapabilitas dan ketersediaan waktu untuk membangun model penelusuran.
Dengan pertimbangan pertimbangan di atas, maka pemilihan model penelusuran dapat dilakukan dengan asumsi bahwa tidak ada suatu model yang paling tepat melainkan memiliki konsekuensi yang besar untuk mewujudknnya. Model penelusuran yang sederhana paling cepat dan mudah karena keserhanaan komputasi akan ada. Akan tetapi pertimbangan keakuratan akan membatasi penerapan model.  Akurasi Model Penelusuran Reservoir. Dalam aplikasi reservoir, akurasi model penelusuran level – kolam sangat relatif terhadap keakurasian model penelusuran dinamis terdistribusi . Akurasi Model Penelusuran Sungai. Pada penerapan penelusuran aliran sungai, tipe lump dan kinematik dan model penelusuran diffusi menunjukkan keuntungan kesederhanaan dimana dampak dari aliran balik (backwater) tidak ada. Pertimbangan kekauratan membatasi model dalam penerapannya dimana hubungan kedalaman air dan debit adalah nilai tunggal, dan nilai pergerakan menaik hydrograph dan kemiringan dasar saluran tidaklah kecil.
Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil yang  diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena penampungannya adalah fungsi langsung dari aliran keluar (outflow) . Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.
Bahan untuk kajian penelusuran banjir ini adalah data tinggi muka air (TMA) dan data debit sungai yang diukur di dua tempat pos pengukuran yaitu pos pengukuran I (bagian hulu) dan pos pengukuran II (bagian hilir). Sumber data primer diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum. Data yang digunakan berupa data pengamatan TMA (H) secara kontinyu di kedua pos pengukuran pada jam dan tanggal yang sama.
Untuk memperoleh nilai debit aliran (Q) menggunakan persamaan lengkung debit (rating  curve). Persamaan rating curve di pos I : 21.5 (H + 0.22)1,5 dan di pos II : 31.5 (H + 0.12)0.88

1.1.1.           Metode Muskingum
Metode Muskingum adalah suatu cara perhitungan yang digunakan dalam penelusuran banjir dengan pendekatan hukum kontinyuitas. Metode Muskingum menggunakan asumsi :
1.      Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;
2.      Penambahan dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi semuanya diabaikan.
Untuk melakukan perhitungan dengan persamaan kontinyuitas, maka dimensi waktu (t) harus dibagi menjadi periode–periode Δt yang lebih kecil, yang disebut sebagai periode penelusuran (routing period). Periode penelusuran (Δt) harus dibuat lebih kecil dari tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode penelusuran (Δt) puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara  menyeluruh (Soemarto, 1987).
Persamaan kontinyuitas yang umum dipakai dalam  penelusuran banjir adalah sebagai berikut:
I – D = dS/dt  ...................................................................................... (1)
dimana :
I   = debit yang masuk ke dalam permulaan bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (bagian hulu) (m3/det)
D  = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (bagian hilir) (m3/det)
S   = besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (m).
dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)  
Untuk selang waktu t, maka persamaan di atas berubah menjadi :
I   = (I1 + I2)/2
D  = (D1 + D2)/2
dS = S2 – S1
Sehingga persamaan (1) menjadi :
(I1 + I2)/2 - (D1 + D2)/2 = S2 – S1.......................................................... (2)
Angka subscript 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode penelusuran dan subcript 2  merupakan keadaan pada akhir periode penelusuran.
Persamaan (2) di atas terdapat dua komponen yang tidak diketahui nilainya, yaitu D2 dan S2. Sedangkan data yang lain seperti I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk, serta D1 dan S2 dapat diketahui dari periode sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan dua nilai komponen tersebut diperlukan persamaan ketiga.
Sampai tahap ini membuktikan bahwa penelusuran banjir lewat palung sungai cukup rumit dan sulit, bila dibandingkan dengan penelusuran banjir lewat waduk. Persamaan yang digunakan pada waduk lebih sederhana, yaitu : D2 = f (S2). Penelusuran banjir lewat palung sungai nilai  tampungan (storage) tidak hanya merupakan fungsi dari debit keluar (outflow)  saja, akan tetapi tergantung kepada debit masuk (inflow) dan debit keluar (outflow) .
Menurut Mc Carthy dalam Wilson (1974) yang kemudian dikenal sebagai metode Muskingum, diajukan suatu persamaan dimana  storage merupakan fungsi dari inflow sebagai berikut :
S = K { x I + (1 – x) D}.......................................................................... (3)
Dimana : 
x     = konstanta tak bersatuan dari ruas sungai
K    = konstanta storage yang berdimensi waktu
Nilai x dan K harus dicari dari data pengamatan hidrograf I dan D yang diukur dari dua tempat lokasi pengukuran, dalam hal ini hidrograf I diperoleh dari  pos pengukuran I dan hidrograf D diperoleh dari pos pengukuran II. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980) berdasarkan  praktek dan pengalaman bahwa nilai x untuk sungai sungai alam berkisar antara 0 sampai 0,50. Akan tetapi makin curam kemiringannya, makin besar harga x itu. Biasanya harga x terletak antara 0,10 dan 0,30. Kadang-kadang harga x bernilai negatip.
Untuk mendapatkan nilai konstanta x dan K harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Secara umum urutan tahapan yang ditempuh untuk  mendapatkan nilai x dan K adalah sebagai berikut (Wilson, 1974).
Seperti terlihat pada Gambar 1.2. menunjukkan secara simultan inflow (I) dan outflow (D) dari suatu ruas sungai. Selama I > D, air memasuki storage dalam ruas sungai tersebut dan apabila I < D, maka air meninggalkan (keluar) dari storage tersebut.
Apabila diasumsikan nilai x = 0,1 dan nilai (0,1 I + 0,9 D) dihitung untuk berbagai waktu dan kemudian nilai (0,1 I + 0,9 D) tersebut diplot untuk berbagai S (storage) yang diambil dari Gambar 3. Maka plot yang dihasilkan disebut sebagai storage loop seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4a. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak linier. Jika diambil nilai x lainnya (misal : 0,2 ; 0.3 dan seterusnya) sampai didapat suatu hubungan yang linier seperti pada Gambar 4c; maka nilai x tersebut yang diambil. Selanjutnya nilai K dapat dihitung dengan mengukur slope dari garis lurus tersebut.
Setelah nilai x dan K diketahui, maka outflow D dari suatu ruas sungai dapat dicari berdasarkan persamaan sebagai berikut :  
(I1 + I2)t / 2 – (D1 + D2)t / 2 = S2 – S1................................................................. (4)
S2 – S1 = K [x(I2 – I1)+(1- x)( D1 - D2)].............................................................. (5)
Persamaan (4) dan (5) diatas merupakan persamaan S = K[xI + (1- x)D] dalam bentuk selang waktu diskrit.  Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut di atas, diperoleh hasil:
D2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 D1................................................................................... (6)
 dimana :
C0 = (Kx-0.5t) / (K- Kx+0.5t)............................................................................. (7)
C1 = (Kx +0.5t) / (K- Kx+0.5t)........................................................................... (8)
C2 = (K- Kx-0.5t) / (K- Kx+0.5t)....................................................................... (9)
C0 + C1 + C2 = 1................................................................................................. (10)
Nilai K dan x menggunakan nilai hasil perhitungan dari ruas sungai yang ditinjau dan besaran t (waktu) diambil sesuai dengan periode pengamatan debit data awal.

1.1.2.           Analisa Debit Masuk dan Keluar
Bahan untuk kajian penelusuran banjir Pada sungai buaya dilakukan dengan menganalisa data debit sungai buaya yang diukur di dua tempat pos pengukuran yaitu pos pengukuran I (bagian hulu) dan pos pengukuran II (bagian hilir). Sumber data primer diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum. Data tersebut berupa data pengamatan TMA (H) secara kontinyu di kedua pos pengukuran pada periode 2 jam dan diukur mulai pada tanggal 9 januari 1999 jam 10.00 malam sampai 12 januari 1999, jam 02.00 dini hari. Untuk memperoleh nilai debit aliran (Q) menggunakan persamaan lengkung debit (rating  curve). Persamaan rating curve di pos I : 21,5 (H + 0,22)1,5 dan di pos II : 31,5 (H + 0,12)0.88. data debit sungai buaya tersebut sperti terlampir pada tabel berikut ini.


Tabel 1.1. Hasil Pengukuran Debit di Pos I dan Pos II
Waktu Pengukuran
Pos I
Pos II
Tanggal
Jam
I (m3/det)
D  (m3/det)
9/2/1999
22:00
22,15
35,06
0:00
25,48
35,69
10/2/1999
2:00
29,69
36,60
4:00
35,23
37,30
6:00
38,32
36,74
8:00
44,33
37,86
10:00
50,63
38,28
12:00
57,20
38,49
14:00
75,97
38,98
16:00
96,45
39,40
18:00
80,94
40,03
20:00
68,73
40,66
22:00
59,45
41,27
0:00
50,63
42,39
11/2/1999
2:00
48,50
45,57
4:00
49,35
47,28
6:00
61,73
47,90
8:00
72,08
48,45
10:00
65,43
48,79
12:00
59,45
48,24
14:00
55,86
47,70
16:00
52,79
46,78
18:00
50,63
44,05
20:00
49,35
42,81
22:00
48,50
48,31
0:00
47,66
47,70
12/2/1999
2:00
46,40
47,70
Sumber : Dinas PU Pengairan    
Untuk menentukan nilai x dan K dari ruas sungai buaya antara Pos I dan Pos II, maka ditempuh sesuai dengan prosedur dalam perhitungan metode Muskingum dimana dengan menggunakan suatu bentuk trail and error dalam penentuan nilai x dan K. Nilai x diasumsikan kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan (x I + (1 – x D))  untuk berbagai waktu seperti yang telah diuraikan di atas.
Sebagai pedoman dalam pemilihan nilai x, seperti yang disebutkan dalam berbagai buku hidrologi, bahwa untuk sungai alami nilainya  berkisar antara 0 hingga 0.50. Akan tetapi nilai tersebut tidak mutlak berlaku pada sungai alami, kadang- kadang nilainya bisa negatip. Besar kecilnya nilai x pada sungai alami sangat  dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kecuraman lereng sungai (slope of river).  Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk mengetahui nilai x dengan menggunakan rumus :
Qn = [x I + (1 – x) D].
misalkan x = 0,1 , maka :
Ø  Untuk jam 22.00 wib, ==>     I =  22,15 m3/ det . ; D = 35,06 m3/ det
Q0     = [ (0,1 x 22,15 m3/ det ) + (1 – 0,1) x ( 35,06 m3/ det) ]
          = [ (0,1 x 22,15 m3/ det ) + (0,9 x 35,06 m3/ det) ]
          = 2,22 m3/ det + 31,55 m3/ det
          = 33,769 m3/ det

Ø  Untuk jam 00.00 wib, ==>     I =  25,48 m3/ det . ; D = 35,69m3/ det
Q2     = [ (0,1 x 25,48 m3/ det ) + (1 – 0,1) x (35,69m3/ det) ]
          = [ (0,1 x 25,48 m3/ det ) + (0,9 x 35,69m3/ det) ]
          = 2,55 m3/ det + 32,12  m3/ det
          = 34,669 m3/ det

Ø  Untuk jam 02.00 wib, ==>     I =  29,69 m3/ det . ; D = 36,60 m3/ det
Q4     = [ (0,1 x 29,69 m3/ det ) + (1 – 0,1) x (36,60 m3/ det) ]
          = [ (0,1 x 29,69 m3/ det ) + (0,9 x 36,60 m3/ det) ]
          = 2,97 m3/ det + 32,94 m3/ det
          = 35,909 m3/ det

Ø  Untuk jam 04.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q6     = [ (0,1 x 35,23 m3/ det ) + (1 – 0,1) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (0,1 x 35,23 m3/ det ) + (0,9 x 37,30 m3/ det) ]
          = 3,52 m3/ det + 33,57 m3/ det
          = 37,093 m3/ det

Ø  Untuk jam 06.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q8     = [ (0,1 x 35,23 m3/ det ) + (1 – 0,1) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (0,1 x 35,23 m3/ det ) + (0,9 x 37,30 m3/ det) ]
          = 3,83 m3/ det + 33,07 m3/ det
          = 36,898
Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel

misalkan x = 0,3 , maka :
Ø  Untuk jam 22.00 wib, ==>     I =  22,15 m3/ det . ; D = 35,06 m3/ det
Q0     = [ (0,3 x 22,15 m3/ det ) + (1 – 0,3) x ( 35,06 m3/ det) ]
          = [ (0,3 x 22,15 m3/ det ) + (0,7 x 35,06 m3/ det) ]
          = 6,65 m3/ det + 24,54 m3/ det
          = 31,187 m3/ det
Ø  Untuk jam 00.00 wib, ==>     I =  25,48 m3/ det . ; D = 35,69m3/ det
Q2     = [ (0,3 x 25,48 m3/ det ) + (1 – 0,3) x (35,69m3/ det) ]
          = [ (0,3 x 25,48 m3/ det ) + (0,7 x 35,69m3/ det) ]
          = 7,64 m3/ det + 24,98 m3/ det
          = 32,627 m3/ det

Ø  Untuk jam 02.00 wib, ==>     I =  29,69 m3/ det . ; D = 36,60 m3/ det
Q4     = [ (0,3 x 29,69 m3/ det ) + (1 – 0,3) x (36,60 m3/ det) ]
          = [ (0,3 x 29,69 m3/ det ) + (0,7 x 36,60 m3/ det) ]
          = 8,91 m3/ det + 25,62 m3/ det
          = 34,527 m3/ det

Ø  Untuk jam 04.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q6     = [ (0,3 x 35,23 m3/ det ) + (1 – 0,3) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (0,3 x 35,23 m3/ det ) + (0,7 x 37,30 m3/ det) ]
          = 10,57 m3/ det + 26,11 m3/ det
          = 36,679 m3/ det

Ø  Untuk jam 06.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q8     = [ (0,3 x 35,23 m3/ det ) + (1 – 0,3) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (0,3 x 35,23 m3/ det ) + (0,7 x 37,30 m3/ det) ]
          = 11,50 m3/ det + 25,72 m3/ det
          = 37,214 m3/ det
Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel

misalkan x = -0,002, maka :
Ø  Untuk jam 22.00 wib, ==>     I =  22,15 m3/ det . ; D = 35,06 m3/ det
Q0     = [ (-0,002 x 22,15 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x ( 35,06 m3/ det) ]
          = [ (-0,002 x 22,15 m3/ det ) + (-1,002 x 35,06 m3/ det) ]
          = -0,04 m3/ det + 35,13 m3/ det
          = 35,09 m3/ det
Ø  Untuk jam 00.00 wib, ==>     I =  25,48 m3/ det . ; D = 35,69m3/ det
Q2     = [ (-0,002  x 25,48 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x (35,69m3/ det) ]
          = [ (-0,002  x 25,48 m3/ det ) + (-1,002 x 35,69m3/ det) ]
          = -0,05 m3/ det + 35,76 m3/ det
          = 35,71 m3/ det


Ø  Untuk jam 02.00 wib, ==>     I =  29,69 m3/ det . ; D = 36,60 m3/ det
Q4     = [ (-0,002  x 29,69 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x (36,60 m3/ det) ]
          = [ (-0,002  x 29,69 m3/ det ) + (-1,002 x 36,60 m3/ det) ]
          = -0,06 m3/ det + 36,67 m3/ det
          = 36,61 m3/ det

Ø  Untuk jam 04.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q6     = [ (-0,002  x 35,23 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (-0,002  x 35,23 m3/ det ) + (-1,002 x 37,30 m3/ det) ]
          = -0,07 m3/ det + 37,37 m3/ det
          = 37,30 m3/ det

Ø  Untuk jam 06.00 wib, ==>     I =  35,23 m3/ det . ; D = 37,30 m3/ det
Q8     = [ (-0,002 x 35,23 m3/ det ) + (1 – (-0,002)) x (37,30 m3/ det) ]
          = [ (-0,002 x 35,23 m3/ det ) + (-1,002 x 37,30 m3/ det) ]
          = -0,08 m3/ det + 36,81 m3/ det
          = 36,74 m3/ det

Perhitungan selanjutnya ditabulasikan dalam tabel





Tabel 1.2. Try End Error Nilai X yang Mendekati Linear
Waktu Pengukuran
Pos I
Pos II
X = 0,1
X = 0,3
X = - 0,002
Tanggal
Jam
I (m3/det)
D (m3/det)
0,1 I
0,9 D
Total
0,1 I
0,7 D
Total
- 0,002 I
-1,002 D
Total
09/02/1999
22:00
22,15
35,06
2,22
31,55
33,769
6,65
24,54
31,187
-0,04
35,13
35,09
0:00
25,48
35,69
2,55
32,12
34,669
7,64
24,98
32,627
-0,05
35,76
35,71
10/02/1999
2:00
29,69
36,6
2,97
32,94
35,909
8,91
25,62
34,527
-0,06
36,67
36,61
4:00
35,23
37,3
3,52
33,57
37,093
10,57
26,11
36,679
-0,07
37,37
37,30
6:00
38,32
36,74
3,83
33,07
36,898
11,50
25,72
37,214
-0,08
36,81
36,74
8:00
44,33
37,86
4,43
34,07
38,507
13,30
26,50
39,801
-0,09
37,94
37,85
10:00
50,63
38,28
5,06
34,45
39,515
15,19
26,80
41,985
-0,10
38,36
38,26
12:00
57,2
38,49
5,72
34,64
40,361
17,16
26,94
44,103
-0,11
38,57
38,45
14:00
75,97
38,98
7,60
35,08
42,679
22,79
27,29
50,077
-0,15
39,06
38,91
16:00
96,45
39,4
9,65
35,46
45,105
28,94
27,58
56,515
-0,19
39,48
39,29
18:00
80,94
40,03
8,09
36,03
44,121
24,28
28,02
52,303
-0,16
40,11
39,95
20:00
68,73
40,66
6,87
36,59
43,467
20,62
28,46
49,081
-0,14
40,74
40,60
22:00
59,45
41,27
5,95
37,14
43,088
17,84
28,89
46,724
-0,12
41,35
41,23
0:00
50,63
42,39
5,06
38,15
43,214
15,19
29,67
44,862
-0,10
42,47
42,37
11/02/1999
2:00
48,5
45,57
4,85
41,01
45,863
14,55
31,90
46,449
-0,10
45,66
45,56
4:00
49,35
47,28
4,94
42,55
47,487
14,81
33,10
47,901
-0,10
47,37
47,28
6:00
61,73
47,9
6,17
43,11
49,283
18,52
33,53
52,049
-0,12
48,00
47,87
8:00
72,08
48,45
7,21
43,61
50,813
21,62
33,92
55,539
-0,14
48,55
48,40
10:00
65,43
48,79
6,54
43,91
50,454
19,63
34,15
53,782
-0,13
48,89
48,76
12:00
59,45
48,24
5,95
43,42
49,361
17,84
33,77
51,603
-0,12
48,34
48,22
14:00
55,86
47,7
5,59
42,93
48,516
16,76
33,39
50,148
-0,11
47,80
47,68
16:00
52,79
46,78
5,28
42,10
47,381
15,84
32,75
48,583
-0,11
46,87
46,77
18:00
50,63
44,05
5,06
39,65
44,708
15,19
30,84
46,024
-0,10
44,14
44,04
20:00
49,35
42,81
4,94
38,53
43,464
14,81
29,97
44,772
-0,10
42,90
42,80
22:00
48,5
48,31
4,85
43,48
48,329
14,55
33,82
48,367
-0,10
48,41
48,31
0:00
47,66
47,7
4,77
42,93
47,696
14,30
33,39
47,688
-0,10
47,80
47,70
12/02/1999
2:00
46,4
47,7
4,64
42,93
47,570
13,92
33,39
47,310
-0,09
47,80
47,70
Text Box: HAL
11
Sumber : Hasil Perhitungan


Tabel 1.3.  Rekapitulasi Kumulatif Stronge dan Try End Error Nilai X
Waktu Pengukuran
Pos I
Pos II
Mean Stronge
Kumulatif Stronge
X = 0,1
X = 0,3
X = - 0,002
Tanggal
Jam
I (m3/det)
D (m3/det)
I - D
0,1 I
0,9 D
Total
0,1 I
0,7 D
Total
- 0,002 I
-1,002 D
Total
09/02/1999
22:00
22,15
35,06
-12,91
-6,5
-6,5
2,22
31,55
33,769
6,65
24,54
31,187
-0,04
35,13
35,09
0:00
25,48
35,69
-10,21
-11,6
-18,0
2,55
32,12
34,669
7,64
24,98
32,627
-0,05
35,76
35,71
10/02/1999
2:00
29,69
36,6
-6,91
-8,6
-26,6
2,97
32,94
35,909
8,91
25,62
34,527
-0,06
36,67
36,61
4:00
35,23
37,3
-2,07
-4,5
-31,1
3,52
33,57
37,093
10,57
26,11
36,679
-0,07
37,37
37,30
6:00
38,32
36,74
1,58
-0,2
-31,3
3,83
33,07
36,898
11,50
25,72
37,214
-0,08
36,81
36,74
8:00
44,33
37,86
6,47
4,0
-27,3
4,43
34,07
38,507
13,30
26,50
39,801
-0,09
37,94
37,85
10:00
50,63
38,28
12,35
9,4
-17,9
5,06
34,45
39,515
15,19
26,80
41,985
-0,10
38,36
38,26
12:00
57,2
38,49
18,71
15,5
-2,3
5,72
34,64
40,361
17,16
26,94
44,103
-0,11
38,57
38,45
14:00
75,97
38,98
36,99
27,9
25,5
7,60
35,08
42,679
22,79
27,29
50,077
-0,15
39,06
38,91
16:00
96,45
39,4
57,05
47,0
72,5
9,65
35,46
45,105
28,94
27,58
56,515
-0,19
39,48
39,29
18:00
80,94
40,03
40,91
49,0
121,5
8,09
36,03
44,121
24,28
28,02
52,303
-0,16
40,11
39,95
20:00
68,73
40,66
28,07
34,5
156,0
6,87
36,59
43,467
20,62
28,46
49,081
-0,14
40,74
40,60
22:00
59,45
41,27
18,18
23,1
179,1
5,95
37,14
43,088
17,84
28,89
46,724
-0,12
41,35
41,23
0:00
50,63
42,39
8,24
13,2
192,3
5,06
38,15
43,214
15,19
29,67
44,862
-0,10
42,47
42,37
11/02/1999
2:00
48,5
45,57
2,93
5,6
197,9
4,85
41,01
45,863
14,55
31,90
46,449
-0,10
45,66
45,56
4:00
49,35
47,28
2,07
2,5
200,4
4,94
42,55
47,487
14,81
33,10
47,901
-0,10
47,37
47,28
6:00
61,73
47,9
13,83
8,0
208,4
6,17
43,11
49,283
18,52
33,53
52,049
-0,12
48,00
47,87
8:00
72,08
48,45
23,63
18,7
227,1
7,21
43,61
50,813
21,62
33,92
55,539
-0,14
48,55
48,40
10:00
65,43
48,79
16,64
20,1
247,2
6,54
43,91
50,454
19,63
34,15
53,782
-0,13
48,89
48,76
12:00
59,45
48,24
11,21
13,9
261,2
5,95
43,42
49,361
17,84
33,77
51,603
-0,12
48,34
48,22
14:00
55,86
47,7
8,16
9,7
270,8
5,59
42,93
48,516
16,76
33,39
50,148
-0,11
47,80
47,68
16:00
52,79
46,78
6,01
7,1
277,9
5,28
42,10
47,381
15,84
32,75
48,583
-0,11
46,87
46,77
18:00
50,63
44,05
6,58
6,3
284,2
5,06
39,65
44,708
15,19
30,84
46,024
-0,10
44,14
44,04
20:00
49,35
42,81
6,54
6,6
290,8
4,94
38,53
43,464
14,81
29,97
44,772
-0,10
42,90
42,80
22:00
48,5
48,31
0,19
3,4
294,1
4,85
43,48
48,329
14,55
33,82
48,367
-0,10
48,41
48,31
0:00
47,66
47,7
-0,04
0,1
294,2
4,77
42,93
47,696
14,30
33,39
47,688
-0,10
47,80
47,70
12/02/1999
2:00
46,4
47,7
-1,3
-0,7
293,6
4,64
42,93
47,570
13,92
33,39
47,310
-0,09
47,80
47,70
Text Box: HAL
12
Sumber : Hasil Perhitungan


Sedangkan nilai K adalah merupakan konstanta penampungan (storage constant) yaitu rasio tampungan terhadap debit, dan mempunyai dimensi waktu yang besarnya kira- kira sama dengan waktu perjalanan untuk melewati bagian ruas sungai yang ditinjau. Dalam Wilson (1974) disebutkan dari hasil analisis beberapa gelombang banjir menunjukkan bahwa waktu perjalananan antara pusat masa banjir di bagian hulu mencapai bagian hilir dari suatu ruas sungai yang ditinjau besarnya sama dengan nilai K.
Kemudian untuk membantu memudahkan dalam penentuan nilai x digunakan pendekatan nilai koefisien korelasi (r) antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D]. Bila nilai (r) lebih besar dari 0,7 berarti terdapat hubungan korelasi antara kedua faktor tersebut, atau dengan kata lain hubungan kedua fakor mendekati garis lurus. Akan tetapi bila nilai (r) kurang dari 0,7 berarti tidak ada hubungan antara kedua faktor dan tidak akan terbentuk hubungan garis lurus (Soemarto, 1987). Dari ketika percobaan nilai x tersebut maka digambar grafik hubungan antara koefisien korelasi (r) antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D] dengan menggunakan grafik seperti terlihat berikut ini.
Gambar 1.6. Grafik Hubungan Kumulatif Storage (S) dan [X I + (1 – X) D] dengan X = 0,1
Gambar 1.7. Grafik Hubungan Kumulatif Storage (S) dan [X I + (1 – X) D] dengan X = 0,3
Gambar 1.8. Grafik Hubungan Kumulatif Storage (S) dan [X I + (1 – X) D]
dengan X = - 0,002
Hasil analisis koefisien korelasi (r) antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D] dengan menggunakan berbagai nilai x maka dapat disimpulkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 2. Dalam tahap ini sekaligus dilakukan juga perhitungan storage looping, yaitu memilih nilai x yang tepat agar diperoleh suatu hubungan yang membentuk garis lurus antara kedua faktor tersebut.
Tabel 1.4. Nilai koefisien korelasi kumulatif storage dengan [x I + (1 – x) D]

X= 0,1
X= 0,3
X= - 0,002
r2
0,740
0,413
0,824
Nilai korelasi (r)
0,860233
0,642651
0,907744

Berdasarkan hasil analisis korelasi (Tabel 1.4.) dan hasil ploting antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D] seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.8., maka dapat ditentukan nilai x dan K yang tepat untuk ruas sungai buaya antara Pos I sampai Pos II.
Dari Tabel 1.4. menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antara Kumulatif Storage (S) dengan [x I + (1 – x) D] terbesar pada nilai x = -0,002, yaitu sebesar 0,9078, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara (S) dengan [x I + (1 – x) D] dan secara statistik menunjukkan adanya hubungan garis lurus antara dua faktor di atas. Hal ini sesuai  dengan yang disarankan oleh Soemarto (1987), bahwa bila koefisien korelasi antara S dengan  [x I + (1 – x) D] lebih besar dari 0,7, maka hal itu menunjukkan adanya korelasi antara kedua faktor dan memungkinkan akan diperoleh hubungan garis lurus. Oleh karena itu nilai x terpilih dalam kajian ini adalah sebesar, x = 0,002. 
Harga nilai x yang kecil (-0.002) ternyata bersesuaian dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan kondisi topografi aliran Sungai buaya. yang bersumber dari Gunung Pangrango (3019 m) mengalir hingga muara mempunyai kelerengan sungai yang beragam. Kelerengan  sungai dari Hulu hingga Pos I termasuk kategori berlereng curam (antara 150 – 3019 m) sedangkan lereng antara Pos I hingga Pos II termasuk  rendah atau datar yaitu berkisar 6 – 150 m diatas permukaan laut (Nippon Koei Co, Ltd. 1997). Seperti yang disebutkan di bagian depan makin besar kelerengan sungainya, maka makin besar pula nilai x. 

Selain itu juga kondisi lereng ruas Pos I hingga Pos II akan berpengaruh terhadap nilai K. Berdasarkan hasil storage looping dan penentuan nilai x serta analisis korelasi yang kemudian diplotkan dalam grafik seperti pada Gambar diatas, maka nilai K dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara laju   [x I + (1 – x) D] dengan kumulatif storege (S) atau perbandingan antara nilai m dengan n pada Gambar 1.9.


Dari Gambar 1.9. diatas, maka dapat ditentukan nilai koordinat titik A dan B dengan menarik garis sembarang dari titik Koordinat maing – masing titik kearah sumbu absis X dan Y. Dari hasil penarikan maka diketahui koordinat titik masing – masing adalah :
XA     =  40        ;      YA     = 39
XB     = 196       ;      YB     = 44,20
Untuk menghitung nilai K maka digunakan Persamaan:
= 0,033 Hari = 0,8 jam = 48 menit

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai K untuk ruas sungai I hingga II berkisar  0,8 jam.  Nilai K sebesar 0,8 jam ini mempunyai arti bahwa pusat gelombang banjir yang terukur di pos I akan bergerak  mencapai pos II dalam waktu kurang lebih 0,8 jam atau 48 menit.
Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien C0, C1 dan C2 seperti yang dirumuskan pada persamaan (7), (8) dan (9). Dengan diketahuinya nilai koefisien ini dapat digunakan untuk menghitung atau memperkirakan besaran debit keluar (outflow) di pos II. Dengan kata lain bila kita mempunyai data debit (I) pos I dan dengan bantuan koefisien di atas kita dapat memperkirakan laju pola debit yang akan terjadi di pos II. Dimana periode pengamatan / pengukuran dilakukan setiap 2 jam sekali yang  artinya t = 2 jam/ 24 jam = 0,083 hari
Maka nilai koefisien untuk menghitung perkiraan besaran debit keluar dapat dihitung sebagai berikut :
C0      =
          =
          = 0,556

C1      =
          =
          = 0,554

C2      =
          =
          = -0,110

Cek koefisien dengan persamaan 10 maka:
C0 + C1 + C2                      = 1
0,556 + 0,554 + (- 0,110) = 1
                                   1      = 1                ===> Ok

Hasil perhitungan ketiga koefisien di atas dengan memasukkan nilai x dan K diperoleh nilai sebagai berikut: C0 = 0,556 ; C1 = 0,554 dan C2 = - 0,110. Setelah nilai koefisien diperoleh dan dengan bantuan persamaan (6), maka kita dapat memperkirakan / menghitung laju debit otflow (D) di stasiun pengukuran di bagian hilirnya, dalam hal ini adalah pos II.
Mengetahui laju outflow (D) di bagian hilir ini menjadi suatu hal sangat penting, karena bila di pos pengukuran di bagian hulu diketahui telah terjadi kenaikkan muka air atau debit (gelombang banjir), maka kita dapat memperkirakan berapa lama pusat gelombang banjir tersebut sampai di pos bagian hilir dan seperti apa pola debit yang akan terjadi di bagian hilir. Dengan demikian bila metode penelusuran banjir ini dikaitkan dengan program pengendalian dan peringatan dini bahaya banjir, maka  akan dapat disusun suatu  program pemberitahuan atau antisipasi kepada penduduk / masyarakat yang berdiam di sekitar aliran sungai. Sehingga masyarakat dapat bersiap – siap untuk mengantisipasi atau menyelamatkan harta dan jiwa dari terpaan bahaya banjir yang lebih besar.

1.1.3.           Memperkirakan Laju Debit Pada Pos  II 
Untuk menghitung / memperkirakan laju debit (outflow) di pos II, digunakan data  hasil pengamatan tinggi muka air (TMA) pada tanggal 09 Januari s.d. 12 Pebruari 1999. Data ini digunakan sebagai bahan kajian tentang penelusuran banjir di sungai buaya pada ruas I sampai dengan II.
 Dalam penerapan metode penelusuran ini, diasumsikan bahwa persamaan rating curve di Pos I (21.5 (H + 0.22)1.5) masih berlaku sesuai dengan kondisi geometri sungai saat ini, sehingga perkiraan laju debit di pos I masih mewakili. Kemudian diasumsikan juga bahwa sepanjang ruas I hingga II tidak terjadi penambahan dan atau pengurangan air. 
 Hasil  perhitungan perkiraan laju debit outflow (D) di II dengan menggunakan persamaan (6) dan periode pengamatan (t) sebesar 2 jam, selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Sedangkan grafik hidrograf banjir pos I dan II di sajikan pada Gambar 1.10.
Gambar 1.10. Hubungan antara inflow (I) di Pos I dengan prakiraan outflow (D) di Pos II.
Tabel 1.5. Perhitungan Laju Outflow (D) di Pos I dan Pos II
Waktu Pengukuran
Qmasuk
C0
C1
C2
Qkeluar
Tanggal
Jam
(jam)
I (m3/det)
0,5560
0,5542
-0,1101
D(m3/det)
09/02/1999
22:00
0
22,15
22,15
0:00
2
25,48
14,166
12,27
-2,44
49,48
10/02/1999
2:00
4
29,69
16,506
14,12
-5,45
54,87
4:00
6
35,23
19,586
16,45
-6,04
65,23
6:00
8
38,32
21,304
19,52
-7,18
71,96
8:00
10
44,33
24,645
21,24
-7,93
82,29
10:00
12
50,63
28,148
24,57
-9,06
94,28
12:00
14
57,20
31,800
28,06
-10,38
106,68
14:00
16
75,97
42,236
31,70
-11,75
138,16
16:00
18
96,45
53,621
42,10
-15,21
176,96
18:00
20
80,94
44,999
53,45
-19,49
159,90
20:00
22
68,73
38,210
44,85
-17,61
134,19
22:00
24
59,45
33,051
38,09
-14,78
115,81
0:00
26
50,63
28,148
32,95
-12,75
98,97
11/02/1999
2:00
28
48,50
26,964
28,06
-10,90
92,62
4:00
30
49,35
27,436
26,88
-10,20
93,46
6:00
32
61,73
34,319
27,35
-10,29
113,10
8:00
34
72,08
40,073
34,21
-12,46
133,91
10:00
36
65,43
36,376
39,94
-14,75
127,00
12:00
38
59,45
33,051
36,26
-13,99
114,77
14:00
40
55,86
31,055
32,95
-12,64
107,22
16:00
42
52,79
29,349
30,96
-11,81
101,29
18:00
44
50,63
28,148
29,25
-11,15
96,88
20:00
46
49,35
27,436
28,06
-10,67
94,18
22:00
48
48,50
26,964
27,35
-10,37
92,44
0:00
50
47,66
26,497
26,88
-10,18
90,85
12/02/1999
2:00
52
46,40
25,796
26,41
-10,01
88,60
Sumber : Hasil Perhitungan
Dalam Gambar 1.10. tersebut nampak hubungan antara laju inflow (I) I dengan laju outflow (D) II. Pada tanggal 09 februari jam 22.00 debit di pos I tercatat sekitar 22,15 m3/det dan kemudian pada jam – jam berikutnya debit mulai naik dan mencapai puncaknya sekitar jam 16:00 Sore pagi tanggal 10 Pebruarai 1999. Saat debit mulai naik di Pos I, di Pos II juga mulai terjadi kenaikkan debit, tetapi kenaikkannya tidak sama seperti pos I. Misal di pos I jam 04.00 pagi tanggal 10 Februari 1999 debitnya mencapai = 35,23 m3/det, sedangkan di pos II telah mencapai sekitar =  65,23 m3/det. Debit puncak di pos I terjadi sekitar sekitar jam 16:00 Sore tanggal 10 Pebruari 1999, sebesar  = 96,45 m3/det.
Dari hasil penelusuran banjir maka dapat disimpulkan bahwa debit puncak banjir yang akan terjadi di pos II diperkirakan terjadi pada tanggal 10 februari 1999, jam 12.00 siang - 22.00 Malam atau debit puncak akan terjadi 18 jam setelah hujan turun dengan laju debitnya sekitar, QBanjir = 138 m3/det.


Penulusuran Banjir ( Flood Routing ) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar